Berita Terkini

Parliamentary Threshold: Pengertian, Tujuan, dan Dampaknya di Pemilu

Wamena - Pemilu adalah momen penting bagi bangsa Indonesia untuk memilih para wakil rakyat yang akan mengemban amanah dan suara masyarakat di lembaga legislatif. Namun, dalam sistem pemilu terdapat sebuah aturan yang dikenal dengan nama parliamentary threshold, yaitu ambang batas parlemen yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat. Aturan ini menentukan batas minimum suara yang harus diperoleh sebuah partai politik agar dapat duduk dan berperan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pemahaman tentang parliamentary threshold sangat penting karena aturan ini berpengaruh besar terhadap peta politik di Indonesia, terutama dalam mengatur banyaknya partai yang masuk parlemen dan bagaimana representasi suara rakyat disalurkan secara efektif. Dengan mengetahui bagaimana aturan ini bekerja, masyarakat diharapkan lebih sadar dan kritis dalam proses pemilihan umum serta memahami dampaknya terhadap kualitas demokrasi di Indonesia.

Apa Itu Parliamentary Threshold?

Parliamentary Threshold adalah syarat minimal jumlah suara yang harus diperoleh partai politik agar bisa mendapatkan kursi di parlemen. Artinya, jika suara sebuah partai tidak mencapai ambang batas ini, partai tersebut tidak berhak mendapatkan kursi di DPR meskipun ada suara yang diperoleh. Tujuannya adalah untuk membatasi jumlah partai yang masuk parlemen agar tidak terlalu banyak dan menghindari fragmentasi politik yang berlebihan.

Aturan ini pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009 dengan ambang batas awal 2,5 persen, kemudian dinaikkan menjadi 3,5 persen pada Pemilu 2014, dan 4 persen mulai Pemilu 2019 dan sampai rencana Pemilu 2024. Dengan adanya ambang batas ini, partai-partai yang tidak mencapai persentase tersebut tidak ikut dalam pembagian kursi legislatif nasional, tapi tetap bisa ikut di tingkat daerah jika memenuhi ketentuan lokal.

Tujuan Diterapkannya Parliamentary Threshold

Tujuan utama pengenaan parliamentary threshold adalah menyederhanakan sistem partai politik di Indonesia yang selama ini sangat banyak. Sistem multipartai yang terlalu banyak partai dianggap menghambat efektivitas parlemen dan stabilitas pemerintahan. Dengan membatasi partai yang lolos ke DPR, diharapkan jumlah fraksi yang ada jadi lebih sedikit dan proses legislasi serta pengawasan pemerintah berjalan efisien.

Selain itu, ambang batas parlemen juga berfungsi mendukung sistem presidensial yang kuat, dengan memastikan lembaga legislatif mampu bekerja efektif bersama eksekutif. Dengan begitu, risiko konflik antar lembaga dapat diperkecil dan pemerintahan bisa lebih fokus menjalankan program pembangunan.

Dasar Hukum Yang Mengatur

Aturan mengenai parliamentary threshold di Indonesia diatur dalam beberapa regulasi, antara lain Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagai dasar utama. Dalam Pasal 414 dan 415 UU ini, ditetapkan bahwa partai politik harus memperoleh minimal 4% suara sah nasional untuk bisa masuk DPR.

Sebelumnya, ambang batas parlemen juga diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008 dan UU No. 8 Tahun 2012, dengan angka ambang batas yang berbeda-beda sesuai perkembangan politik. Selain itu, Mahkamah Konstitusi RI juga pernah mengeluarkan putusan terkait konstitusionalitas ambang batas parlemen, memastikan aturan ini sah secara hukum dengan catatan implementasi yang adil dan inklusif.

Berapa Besar Parliamentary Threshold di Indonesia? (2009 s/d 2024)

Parliamentary threshold di Indonesia mengalami perubahan signifikan sejak pertama diterapkan. Pada Pemilu 2009, ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 2,5% dari jumlah suara nasional. Kemudian pada Pemilu 2014 naik menjadi 3,5%, dan mulai Pemilu 2019 serta rencana Pemilu 2024 meningkat menjadi 4%.

Kenaikan ambang batas ini dilakukan untuk semakin memperketat persyaratan masuk parlemen, guna mengurangi jumlah partai dan memperkuat efektivitas legislasi. Meski demikian, aturan ini tetap membuka kesempatan partai-partai untuk mendapatkan kursi di DPRD provinsi dan kabupaten/kota walaupun tidak lolos ambang batas nasional.



Studi Kasus: Dampak Parliamentary Threshold pada Pemilu 2014

Pada Pemilu Legislatif tahun 2014, aturan Parliamentary Threshold yang menetapkan ambang batas 3,5% sangat berpengaruh terhadap partai-partai kecil di Indonesia. Contohnya, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) serta Partai Bulan Bintang (PBB) gagal mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meskipun memiliki dukungan signifikan di beberapa daerah. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun mereka memiliki basis massa yang tidak sedikit, namun ambang batas tersebut menyebabkan suara mereka tidak masuk hitungan untuk pembagian kursi DPR.

Kondisi ini memaksa partai-partai kecil untuk berpikir ulang tentang strategi politik mereka serta kemungkinan bergabung dalam koalisi dengan partai besar agar dapat lolos ambang batas. Peraturan Parliamentary Threshold ini bertujuan untuk mengurangi fragmentasi partai di parlemen sehingga sistem pemerintahan menjadi lebih stabil. Namun, pada sisi lain, aturan tersebut juga memungkinkan sebagian suara rakyat yang mendukung partai kecil menjadi kurang terwakili secara langsung dalam pengambilan keputusan politik.

 

Dampak Parliamentary Threshold terhadap Partai Politik

Penerapan ambang batas parlemen memberikan dampak besar pada peta politik. Partai-partai besar yang mampu memenuhi threshold mendapat peluang dominan di parlemen, sementara partai-partai kecil kesulitan untuk mendapatkan kursi. Hal ini memaksa partai kecil untuk berkoalisi dengan partai besar agar tetap bisa berperan di parlemen.

Di satu sisi, ini menyederhanakan jumlah fraksi dan meningkatkan stabilitas. Namun, di sisi lain, partai kecil yang membawa suara tertentu dari segmen masyarakat bisa hilang dari representasi legislatif, sehingga mengurangi keragaman suara dan aspirasi rakyat di parlemen.

Pro dan Kontra Parliamentary Threshold

Aturan ini menuai pro dan kontra. Pihak yang mendukung berargumen bahwa ambang batas parlemen membantu memperkuat stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan dengan mengurangi fragmentasi partai. Dengan jumlah partai yang lebih sedikit, parlemen dapat bekerja lebih fokus dan menghindari pembentukan koalisi yang terlalu kompleks.

Namun, kritikus berpendapat aturan ini membatasi demokrasi karena partai kecil dan baru sulit mendapatkan ruang di parlemen. Hal ini dinilai mengurangi representasi suara rakyat secara penuh dan berpotensi menghambat munculnya ide-ide segar dalam politik nasional. Isu keadilan dan inklusivitas menjadi pusat perdebatan dalam penggunaan aturan ini.

Perbedaan Parliamentary Threshold dan Presidential Threshold

Parliamentary Threshold dan Presidential Threshold memiliki fungsi berbeda dalam sistem pemilu. Parliamentary Threshold adalah ambang batas suara minimal yang harus dicapai partai politik untuk memperoleh kursi di parlemen. Sedangkan Presidential Threshold adalah ambang batas dukungan partai atau gabungan partai untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

Keduanya sama-sama membatasi pencalonan atau keterwakilan berdasarkan persentase suara atau kursi, tapi pada level yang berbeda dan dengan tujuan yang juga berbeda. Parliamentary Threshold fokus pada legislatif, sementara Presidential Threshold pada calon eksekutif.

Relevansi aturan ini dalam demokrasi Indonesia

Ambang batas parlemen sangat penting bagi demokrasi Indonesia yang menganut sistem multipartai. Dengan aturan ini, sistem kepartaian dipertahankan agar tetap efektif dan tidak terlalu fragmented. Meskipun demikian, pengaturan ambang batas harus diterapkan secara bijak agar tetap menjaga keterwakilan masyarakat yang luas.

Dalam konteks demokrasi, parliamentary threshold berusaha menyeimbangkan antara kebutuhan akan pemerintahan yang stabil dan kebutuhan untuk mengakomodasi beragam suara rakyat. Dalam pelaksanaannya, aturan ini juga harus memastikan transparansi dan keadilan agar demokrasi Indonesia semakin kuat dan inklusif.

Baca Juga: Ambang Batas Capres (Presidential Threshold) dan Pengaruhnya terhadap Demokrasi

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 43 kali