Berita Terkini

Amicus Curiae: Pengertian, Fungsi, dan Contohnya dalam Peradilan

Wamena - Amicus Curiae, atau yang sering disebut "sahabat pengadilan", jadi salah satu konsep hukum yang makin sering muncul di berita perkara besar di Indonesia. Ini bukan pihak yang lagi berantem di pengadilan, tapi orang atau kelompok luar yang ikut kasih masukan berupa pandangan hukum atau fakta tambahan, biar hakim bisa ambil putusan lebih adil dan komprehensif. Di era sekarang, di mana kasus HAM atau lingkungan sering bikin heboh publik, peran amicus curiae ini kayak jembatan antara pengadilan dan masyarakat luas.​

Konsep ini lahir dari tradisi hukum Romawi kuno dan common law, tapi di Indonesia mulai diakui lewat praktik di Mahkamah Konstitusi, meski belum ada undang-undang khusus yang atur secara rinci. Fungsinya penting banget buat kasus strategis yang pengaruhnya ke banyak orang, seperti sengketa pilpres atau isu kepentingan umum. Artikel ini bakal jelasin dari pengertian sampe contoh nyata, biar kita paham kenapa amicus curiae sering jadi sorotan di peradilan kita.

Apa Itu Amicus Curiae?

Amicus curiae secara harfiah dari bahasa Latin artinya "teman atau sahabat pengadilan", yaitu pihak ketiga yang bukan penggugat atau tergugat, tapi punya kepentingan atau pengetahuan khusus soal perkara yang lagi dibahas. Mereka kasih pendapat hukum, data empiris, atau analisis mendalam lewat dokumen tertulis, tanpa ikut campur jadi pihak yang bertarung.​

Di pengadilan, amicus curiae ini netral, tujuannya bantu majelis hakim lihat sudut pandang lebih luas yang mungkin terlewatkan para pihak utama. Misalnya, dalam kasus lingkungan, organisasi LSM bisa jelasin dampak ekologis jangka panjang. Konsep ini udah ada sejak abad ke-9 di hukum Romawi, lalu berkembang di negara-negara seperti AS dan Inggris, di mana sering disebut "friend of the court".​

Di Indonesia, meski belum diatur eksplisit, praktiknya diakui berdasarkan Pasal 5 UU Kekuasaan Kehakiman yang wajibkan hakim gali nilai hukum masyarakat. Jadi, amicus curiae bukan intervensi, tapi kontribusi sukarela yang bikin putusan lebih bijak.​

Fungsi dan Tujuan Amicus Curiae dalam Proses Pengadilan

Fungsi utama amicus curiae adalah kasih analisis hukum tambahan atau fakta yang belum tergali para pihak, biar hakim punya bahan pertimbangan lebih lengkap. Ini kayak kasih kacamata tambahan buat lihat masalah dari berbagai sisi, terutama isu kompleks seperti HAM atau konstitusi.​

Tujuannya jelas: perkaya pertimbangan hakim lewat pendekatan akademis, empiris, atau filosofis, tanpa memihak siapa pun. Misalnya, mereka bisa jelasin implikasi sosial dari suatu putusan, atau bandingkan praktik hukum internasional. Hasilnya, proses peradilan lebih transparan dan adil, sejalan dengan semangat partisipasi publik.​

Selain itu, amicus curiae cegah hakim terjebak dalam argumen sempit para litigasi, terutama kasus yang pengaruhnya luas ke masyarakat. Di akhir, hakim bebas ambil atau tinggalin masukan itu, tapi kehadirannya sering bikin putusan lebih kuat dasarnya.​

Siapa yang Bisa Mengajukan Amicus Curiae?

Siapa pun bisa ajukan amicus curiae selama punya kepentingan langsung atau tidak langsung, seperti individu, akademisi, LSM, organisasi profesi, atau kelompok masyarakat adat yang masih hidup sesuai NKRI. Yang penting, mereka bukan pihak perkara dan kasih masukan objektif berdasarkan keahlian.​

Pengajuan biasanya lewat surat tertulis ke pengadilan, jelasin alasan relevansi dan kontribusi uniknya. Hakim atau majelis yang putuskan terima atau tolak, tergantung manfaatnya buat perkara. Di MK misalnya, sering dari pakar hukum atau lembaga riset yang punya data khusus.​

Tak harus pengacara, bahkan warga biasa boleh asal bukti kuat. Kriteria ketat: netral, relevan, dan bantu pengadilan tanpa ganggu proses. Ini buka pintu partisipasi luas, tapi tetap jaga independensi hakim.​

Praktik Amicus Curiae di Indonesia

Di Indonesia, amicus curiae mulai populer di Mahkamah Konstitusi sejak awal 2000-an, meski dasar hukumnya lebih ke praktik dan interpretasi UU Kekuasaan Kehakiman. MK sering terima masukan dari akademisi atau LSM dalam judicial review, seperti kasus batas usia capres-cawapres.​

Pengadilan Negeri juga mulai adopsi, terutama kasus HAM atau lingkungan, walau belum seragam. ICJR pernah kasih amicus curiae di PN Jakarta Pusat soal isu tertentu. Praktik ini dorong transparansi, tapi tantangannya regulasi jelas biar tak disalahgunakan.​

Secara umum, praktik ini tumbuh seiring kesadaran publik soal hak ikut pengawasan peradilan. MK punya pedoman internal, bikin proses lebih terstruktur.​

Contoh Penerapan Amicus Curiae dalam Kasus Penting

Contoh nyata di MK pas sengketa Pilpres 2024, di mana pakar hukum dan LSM kasih pandangan soal bukti dan prosedur, bantu hakim pahami konteks luas. Dalam kasus HAM seperti Munir, organisasi hak asasi beri data historis dan internasional.​

Kasus lingkungan di PN, seperti tambang ilegal, LSM seperti WALHI ajukan amicus curiae jelasin dampak ekosistem. Di MK lagi, perkara uji materi UU ITE, akademisi kasih analisis kebebasan berekspresi. Contoh ini tunjukkin amicus curiae bantu putusan berbobot.​

Dalam sengketa pilkada Papua Pegunungan, tokoh adat mungkin kasih masukan soal nilai lokal. Kasus-kasus ini bukti amicus curiae vital buat kepentingan publik.​

Perbandingan Amicus Curiae di Sistem Hukum Lain

Di AS, amicus curiae udah matang sejak Supreme Court, sering dari pemerintah federal atau ACLU dalam kasus sipil rights, lewat "amicus brief" tebal penuh data. Hakim wajib pertimbangkan, bikin putusan berpengaruh nasional.​

Kanada beda, pengadilan tunjuk pengacara jadi amicus curiae kalau pihak lemah tanpa lawyer. Di Inggris, lebih fleksibel buat organisasi publik interest. Bandingkan Indonesia yang masih praktik, AS lebih formal dengan aturan federal.​

Di Eropa kontinental, mirip intervensi sukarela. Perbandingan ini tunjukkin Indonesia bisa kembangkan lebih lanjut buat harmoni sistem civil law kita.​

Mengapa Amicus Curiae Penting untuk Perkara Publik?

Amicus curiae krusial buat perkara publik karena wakili suara masyarakat yang tak tergali pihak litigasi, seperti isu HAM atau lingkungan yang pengaruhnya jutaan orang. Ini jaga keseimbangan, cegah keputusan sempit.​

Penting juga buat transparansi dan akuntabilitas peradilan, dorong hakim ikut nilai hidup masyarakat per UU Kekuasaan Kehakiman. Di kasus strategis, masukan ini bikin putusan punya legitimasi lebih kuat, kurangi sengketa lanjutan.​

Ke depan, regulasi jelas bakal maksimalkan manfaatnya, bikin pengadilan lebih dekat rakyat. Tanpa ini, perkara publik rawan keliru paham konteks luas.

Baca Juga: Gen Z Tahun Berapa? Ini Batas Usianya dan Pengaruhnya di Pemilu

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 64 kali