Berita Terkini

KPU Kabupaten Lanny Jaya Ikuti Webinar Nasional: Integrasi Alur Kerja Pemilu dengan Kecerdasan Buatan

Wamena – Kepala Subbagian Perencanaan, Data, dan Informasi KPU Kabupaten Lanny Jaya bersama staf Sekretariat turut menghadiri undangan webinar nasional bertajuk “Integrasi Alur Kerja Menggunakan Kecerdasan Buatan dalam Pemilu”, Jumat (24/10/2025), yang diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya KPU RI untuk memperkenalkan inovasi terbaru dalam pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) guna memperkuat tata kelola pemilu yang lebih efektif, akurat, dan transparan. Webinar dihadiri oleh perwakilan KPU dari berbagai kabupaten/kota, serta membahas konsep dan aplikasi AI di berbagai tahapan, mulai dari perencanaan, pengelolaan data pemilih, logistik, hingga pelaporan dan pengawasan pemilu. Dalam kesempatan tersebut, narasumber dari KPU RI dan praktisi teknologi menyampaikan pentingnya digitalisasi dan integrasi teknologi AI untuk meminimalisir kendala operasional, meningkatkan akurasi rekapitulasi data, serta mempercepat proses pengambilan keputusan di lapangan. Kehadiran peserta dari KPU Kabupaten Lanny Jaya menunjukkan komitmen kuat lembaga ini dalam mendukung transformasi digital, serta menjaga integritas dan modernisasi seluruh proses penyelenggaraan pemilu di daerah pegunungan Papua. Melalui kegiatan ini, KPU Kabupaten Lanny Jaya berharap dapat menerapkan praktik terbaik dan inovasi berbasis kecerdasan buatan pada pemilu berikutnya, demi tercapainya proses demokrasi yang profesional, transparan, dan partisipatif di seluruh wilayah Lanny Jaya.

1 Abad Nubuatan Dominee I.S. Kijne untuk Tanah Papua

Wamena – Hari ini, banyak hati di Papua mengingat kembali sebuah peristiwa yang sudah berlalu satu abad, namun jejaknya begitu terasa dalam kehidupan masyarakat hingga saat ini. Persis seratus tahun lalu, di Bukit Aitumieri, Wasior, Dominee Izaak Samuel Kijne, seorang guru dan pendeta dari Belanda, berdiri sederhana di hadapan batu besar. Ia meninggalkan pesan yang masih hidup sampai sekarang: Papua suatu hari akan berdiri di atas kaki sendiri. Bagi Kijne, nubuatan itu bukan sekadar pesan agama atau seremonial. Di atas batu peradaban itu, beliau berbicara tentang harapan bahwa orang Papua mampu mengambil peran memimpin, tidak sekadar sebagai penonton di tanah sendiri. Suara Kijne kemudian menjadi nyala semangat yang menular, menyeberangi lembah, pegunungan, hingga pesisir – jadi inspirasi bagi muda-mudi, bahkan mereka yang kini bertanggung jawab mengambil keputusan besar untuk masa depan Papua. Satu abad berlalu, api perubahan yang dinyalakan Kijne justru makin terang. Pendidikan tumbuh, kesempatan memperbaiki masa depan pun makin terbuka, kisah kebangkitan Papua kini bukan lagi sekadar impian. Momen peringatan ini lebih dari sekadar merayakan sejarah; ia menjadi waktu untuk merenung dan memastikan kemajuan serta keadilan tetap berakar pada budaya, pada cinta, serta semangat persaudaraan – seperti yang pernah diwariskan Kijne. Di tengah perubahan zaman dan tantangan yang silih berganti, pesan dari Bukit Aitumieri tetap relevan. Papua layak berdiri tegak sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat, dengan kekuatan iman, tekad, dan solidaritas. Satu abad nubuatan Kijne bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang untuk mimpi besar Tanah Papua.

Deretan Sungai di Papua yang Terpanjang dan Terbesar

Wamena - Papua, tanah di ujung timur Nusantara, bukan hanya kaya akan pegunungan yang menjulang tinggi, tetapi juga dianugerahi deretan sungai yang luar biasa panjang dan besar. Sungai-sungai ini membelah bentang alam papua dari hulu ke hilir, menyusuri lembah-lembah raksasa, membentuk rawa-rawa luas, dan menghidupi jutaan manusia serta ribuan spesies flora-fauna endemik di dalamnya. Setiap sudut pesisir, pedalaman, hingga lereng pegunungan Papua tak lepas dari peran vital sungai sebagai sumber air, jalur transportasi, dan fondasi ekosistem yang menunjang tradisi maupun ekonomi lokal. Dari Sungai Mamberamo yang acap dijuluki “Amazon Indonesia” sampai anak-anak sungai bercabang ribuan kilometer, mari telusuri jejak sungai-sungai agung yang menjadi denyut nadi kehidupan Papua. Berikut adalah deretan sungai terpanjang di Papua : Sungai Mamberamo Sungai Mamberamo adalah sungai utama dan terbesar di Papua dengan panjang mencapai 1.102 km, debit air rata-rata 4.580–5.500 m³/s, dan lebar hingga 520 meter, menjadikannya sungai terlebar dan dengan aliran air terbesar di Indonesia. Sungai ini berhulu di Pegunungan Jayawijaya dan bermuara di Samudera Pasifik, membelah sembilan kabupaten. Mamberamo memiliki daerah aliran seluas 78.155 km² dan julukan "Amazonnya Indonesia" berkat keanekaragaman hayati melimpah di lembah dan rawa-rawa sekitarnya. Debit air tinggi, sagu tumbuh subur di bagian hilir, dan sungai ini menjadi jalur transportasi vital serta habitat berbagai hewan khas Papua, seperti cendrawasih, buaya darat dan muara, serta berbagai jenis ikan endemik.​ Sungai Sepik Sungai Sepik adalah sungai terpanjang di Pulau Papua (New Guinea) dengan panjang sekitar 1.126 km. Sebaliknya, bagian terbesar sungai ini mengalir di Papua Nugini, namun sebagian kecil juga masuk wilayah Papua Indonesia. Sungai Sepik mewakili sistem lahan basah air tawar tropik terbesar di Asia-Pasifik, bermuara di Teluk Bismarck. Sepanjang aliran Sungai Sepik, terdapat banyak desa dan komunitas suku, hutan hujan, dan area rawa—menjadi rumah bagi ratusan spesies burung, ikan, dan flora tropikal.​ Sungai Keerom Sungai Keerom melintas di utara Papua, dengan panjang sekitar 131 km. Sungai ini mengalir melalui Kabupaten Keerom dan bermuara di Sungai Taritatu, menjadi salah satu sungai penting masyarakat pedalaman untuk irigasi dan transportasi lokal.​ Sungai Sobger Sungai Sobger adalah salah satu sungai utara Papua, panjangnya mencapai 188 km. Sungai ini juga bermuara di Sungai Taritatu dan melintasi lanskap hutan, rawa, serta menjadi sumber mata pencaharian lokal di wilayah sekitarnya.​ Anak Sungai Utama Mamberamo Mamberamo terbentuk dari pertemuan tiga anak sungai utama: Sungai Tariku, Sungai Van Daalen, dan Sungai Taritatu. Anak-anak sungai ini menyatu di lembah Pegunungan Van Rees dan Foja. Area delta Mamberamo dipenuhi danau dan rawa, termasuk Danau Rombebai dan Danau Bira yang terkenal sebagai habitat burung air dan ikan air tawar.​ Baca Juga : 10 Makanan Khas Papua yang Unik yang Wajib Wisatawan Coba Keunikan Sungai Papua Sistem sungai di Papua sangat vital sebagai jalur transportasi, sumber daya air, serta tulang punggung ekonomi dan budaya lokal. Mereka menjadi pusat kehidupan, mulai dari perikanan, kebun sagu, hingga ritual adat dan pengangkutan barang. Sungai-sungai ini juga dikenal memiliki debit air tinggi akibat curah hujan 5.000–5.600 mm/tahun yang memelihara hutan hujan Papua.

Sejarah Panjang Sumpah Pemuda: Pilar Persatuan Bangsa Indonesia

Wamena - Sumpah Pemuda adalah tonggak penting dalam sejarah Indonesia, yang mengubah arah pergerakan nasional menuju kemerdekaan. Pada 28 Oktober 1928, di tengah tekanan kolonialisme dan keragaman bangsa, para pemuda dari berbagai latar belakang—suku, agama, wilayah, dan organisasi—berkumpul di Jakarta dalam Kongres Pemuda Kedua. Di sinilah lahir ikrar perjuangan yang mengikat seluruh masyarakat Indonesia dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia.​ Awal Gerakan dan Kongres Pemuda Gerakan kepemudaan dimulai pada era 1920-an melalui organisasi pelajar dan komunitas pemuda, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Bataks Bond, Pemoeda Indonesia, dan Jong Islamieten Bond. Setelah Kongres Pemuda Pertama tahun 1926 yang belum menghasilkan keputusan bulat, Kongres Pemuda Kedua digelar di tiga lokasi berbeda Katholieke Jongenlingen Bond, Oost-Java Bioscoop, dan Indonesische Clubhuis. Tokoh-tokoh seperti Soegondo Djojopoespito, Mohammad Yamin, dan WR Supratman berperan besar dalam merumuskan ide persatuan ini.​ Ikrar Sumpah Pemuda Pada penutupan kongres, diputuskan ikrar nasional yang disebut Sumpah Pemuda: Bertanah air satu, tanah air Indonesia. Berbangsa satu, bangsa Indonesia. Berbahasa satu, bahasa Indonesia. Deklarasi ini menandai transformasi pergerakan Indonesia dari gerakan ke daerah menuju semangat nasional—menjadi pengikat identitas dan cita-cita kemerdekaan.​ Makna dan Pengaruh Sumpah Pemuda Sumpah Pemuda mengajarkan arti penting bersatu dalam keberagaman. Masyarakat Indonesia menyadari bahwa kebangkitan bangsa hanya bisa terwujud jika seluruh komponen—tanpa memandang latar belakang—berdiri sejajar dan saling menghormati. Sumpah Pemuda juga menjadi inspirasi kelahiran lagu kebangsaan “Indonesia Raya” karya WR Supratman yang memperkuat semangat nasionalis dan identitas bangsa. Sumpah ini kemudian dijadikan landasan dan nilai pokok pergerakan politik, pendidikan, serta kebudayaan tanah air.​ Relevansi Sumpah Pemuda Masa Kini Setiap 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda sebagai refleksi dan pengingat bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan persatuan adalah modal utama menghadapi tantangan zaman. Nilai-nilai Sumpah Pemuda tetap diwariskan dan dijaga melalui pendidikan, organisasi kepemudaan, dan gerakan sosial, agar cita-cita kemerdekaan dan keadilan tetap hidup dalam masyarakat. Sumpah Pemuda tidak hanya menjadi catatan sejarah, tetapi roh yang membangun bangsa Indonesia—untuk terus tumbuh, bersatu, dan merawat persaudaraan di tengah perbedaan.

Rumah Adat Papua: Jenis, Fungsi, Keunikan, dan Filosofi

Jenis Rumah Adat Papua Papua memiliki beragam jenis rumah adat yang berbeda antar suku. Di antara yang paling dikenal adalah: Rumah Honai Berbentuk kubah melingkar dan beratap jerami tebal, Honai merupakan rumah tradisional Suku Dani yang dikhususkan untuk laki-laki dewasa. Rumah Ebei (untuk perempuan) dan rumah Hunila (untuk dapur umum) juga lazim ada dalam kompleks perumahan suku Dani. Honai mencerminkan filosofi kebersamaan dan kesatuan keluarga Papua di lingkungan pedalaman yang dingin dan berkabut.​ Rumah Kariwari Rumah adat Suku Tobati-Enggros di pesisir Jayapura ini berbentuk limas segi delapan bertingkat. Atap segi delapan dipercaya memperkuat rumah dari cuaca ekstrem dan melambangkan hubungan manusia dengan leluhur. Rumah Kariwari digunakan untuk pendidikan dan ibadah, bukan tempat tinggal sehari-hari, sehingga dianggap sakral.​ Rumah Rumsram Milik Suku Biak Numfor, rumah persegi panjang dengan atap menyerupai perahu terbalik. Digunakan sebagai tempat belajar khusus lelaki, dan bangunan serta atapnya menggambarkan karakter pelaut Biak Numfor.​ Rumah Pohon Suku Korowai membangun rumah di ketinggian 15–50 meter di atas pohon untuk menghindari gangguan hewan buas dan roh jahat yang disebut Laleo. Rumah ini memperlihatkan kearifan lokal dalam beradaptasi dengan hutan hujan Papua.​ Fungsi Rumah Adat Papua Rumah adat Papua berfungsi sebagai tempat tinggal, perlindungan dari cuaca ekstrem, tempat berkumpul komunitas, pusat penyimpanan logistik, hingga pusat kegiatan sosial dan keagamaan. Pada beberapa suku, rumah adat juga difungsikan secara khusus untuk belajar, ibadah, dapur umum, atau bahkan menampung hewan ternak seperti Wamai pada suku Dani.​ Keunikan Rumah Adat Papua Material bangunan berasal dari alam: kayu, daun sagu, bambu, jerami, dan rotan. Bentuk atap dan konstruksi variatif menyesuaikan lingkungan sekitar: kubah, limas segi delapan, perahu terbalik, hingga rumah panggung. Interior minim jendela dan pintu demi perlindungan dari suhu dingin. Nilai estetika dan filosofis tercermin dalam konstruksi yang bertahan di lingkungan ekstrim Papua.​ Filosofi Rumah Adat Papua Filosofi utama rumah adat Papua adalah memperkuat hubungan antara manusia, alam, dan leluhur. Setiap jenis rumah memiliki makna khusus: Honai melambangkan kehangatan, kebersamaan, dan peran gender dalam komunitas. Kariwari menandakan kedekatan spiritual dengan Tuhan dan leluhur. Rumsram mengajarkan nilai kepemimpinan dan keahlian bagi laki-laki muda. Rumah pohon Korowai menjadi simbol adaptasi, keamanan, dan perlindungan dari hal-hal gaib. Arsitektur rumah adat Papua memperlihatkan kecintaan pada tradisi dan keberanian masyarakat dalam memelihara harmoni dengan alam dan spiritualitas.

Festival Adat Lanny Jaya: Merajut Kebersamaan Lewat Warisan Budaya Papua

Wamena — Ribuan warga tumpah ruah di lapangan Tiom, Kabupaten Lanny Jaya, untuk meramaikan Festival Adat Lanny Jaya 2025 yang digelar selama tiga hari, mulai Senin (20/10). Festival ini menjadi ajang pelestarian budaya dan kearifan lokal masyarakat pegunungan tengah Papua yang kaya akan tradisi dan nilai-nilai kebersamaan. Ajang Pelestarian Budaya Lokal Festival adat ini menampilkan beragam kegiatan budaya, mulai dari tarian perang tradisional, nyanyian daerah, hingga pameran hasil kerajinan tangan khas Lanny Jaya seperti noken, ukiran kayu, dan perhiasan manik-manik. Selain itu, masyarakat dari berbagai distrik turut memamerkan hasil bumi dan kuliner tradisional sebagai bentuk rasa syukur atas panen yang melimpah. Bupati Lanny Jaya, Befa Yigibalom, dalam sambutannya menyampaikan bahwa festival ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga bentuk nyata pelestarian identitas masyarakat Papua Pegunungan. “Kita ingin generasi muda mengenal dan mencintai budaya sendiri. Melalui festival ini, kita perkuat jati diri, persaudaraan, dan semangat gotong royong,” ujar Befa. Antusiasme Masyarakat dan Wisatawan Acara ini tidak hanya menarik perhatian masyarakat lokal, tetapi juga wisatawan dari berbagai daerah. Banyak pengunjung yang antusias menyaksikan atraksi tari tradisional dan ikut serta dalam prosesi bakar batu, salah satu simbol kebersamaan dan solidaritas antarwarga. Seorang pengunjung asal Jayapura, Maria Wenda, mengaku terkesan dengan kemeriahan festival ini. “Saya bangga bisa melihat langsung tradisi asli yang tetap hidup di tengah modernisasi. Suasananya hangat dan penuh makna,” katanya. Baca Juga : Republik: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Contoh Negaranya Menumbuhkan Pariwisata Budaya Pemerintah daerah berharap Festival Adat Lanny Jaya dapat menjadi agenda tahunan dan bagian dari kalender pariwisata Papua Pegunungan. Melalui kegiatan ini, potensi budaya dan alam Lanny Jaya dapat lebih dikenal luas, sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. “Festival ini adalah jembatan antara budaya, pariwisata, dan pembangunan. Jika kita rawat bersama, budaya bukan hanya identitas, tetapi juga sumber kesejahteraan,” tutur Kepala Dinas Pariwisata Lanny Jaya, Yulianus Telenggen. Menjaga Warisan untuk Generasi Mendatang Dengan semangat kebersamaan yang kuat, masyarakat Lanny Jaya menunjukkan bahwa budaya adalah kekuatan yang menyatukan. Melalui festival adat, mereka tidak hanya merayakan masa lalu, tetapi juga meneguhkan komitmen untuk menjaga warisan leluhur agar tetap hidup dan relevan bagi generasi masa depan.